Selamat datang di BLog Gereja St. Theresia Brosot Bookmark and Share

Senin, 12 Oktober 2009

Refleksi Umat Lingkungan Bartolomeus (Diaz) Brosot, Sabtu 12 Oktober 2009

Dalam rangka menyambut ulang tahun paroki yang ke-75 dan menjelang peresmian gereja paroki St. Yakobus Klodran Bantul, diadakan refleksi bersama di rumah Bapak Yatiman yang dihadiri 26 orang umat lingkungan Brosot. Ada begitu banyak cerita dan pengalaman hidup menggereja yang terungkap dalam pertemuan bersama ini. Dari aneka macam cerita dan pengalaman itu, ada beberapa butir refleksi yang perlu mendapat perhatian. Berikut ini butir-butir refleksi tersebut:

A. Cerita Masa Lalu

o Asal nama wilayah Santa Theresia Brosot. Tiga orang putra daerah yang dibaptis pertama kali: Bonifasius Kaswan, Theresia Sumartin, Katarina Sarjiah. Pada tahun 1980 Kardinal Darmayuwono rawuh. Ketika memimpin misa di kapel Brosot, beliau terkesan dengan rangkaian bunga hasil kebun sendiri tetapi dapat memeriahkan suasana kapel. Saat kunjungan inilah, Kardinal meresmikan kapel Brosot dengan nama pelindung St Theresia. Nama ini diambil dari putra daerah baptisan pertama, Theresia Sumartin yang meninggal muda. Mulai menjadi 5 lingkungan pada tahun 1974 saat Pak Sis menjadi ketua. Namun, kelima lingkungan tersebut belum mempunyai nama santo pelindung (hanya disebut kelompok 1, 2, 3, 4, dan 5).

o Mengapa ikut paroki Bantul? Awalnya, wilayah Brosot masuk paroki Ganjuran. Namun, karena tenaga romo di paroki Ganjuran kurang, pada tahun 1966 ikut paroki Wates. Romo paroki Wates lebih dekat dan lebih memungkinkan untuk melayani umat di Brosot. Pada tahun 1968, Romo Adiwardoyo berpindah tugas dari paroki Wates ke paroki Bantul. Karena kedekatan Rm Adi dengan umat Brosot, maka ketika berpindah tugas ke paroki Bantul, umat Brosot pun ikut berpindah ke Bantul. Selain alasan tersebut, kepindahan itu juga berkaitan dengan transportasi. Saat itu kendaraan menuju ke Wates sangat sedikit (hanya satu-dua becak atau andong), sedangkan untuk pergi ke Bantul, ada banyak kendaraan. Sejak tahun 1968 itulah, umat wilayah Brosot masuk paroki Bantul.

o Asal nama lingkungan Bartolomeus Diaz. Ada sebuah persoalan dengan nama Bartolomeus Diaz ini. Baik dalam buku para kudus ataupun data di internet, tidak ditemukan nama Santo Bartolomeus Diaz. Memang di internet (www.wikipedia.com) disebutkan seorang tokoh bernama Bartolomeus Diaz. Dia adalah seorang romo yang ikut dalam kapal Vasco da Gama yang berlayar dari Portugis untuk mencari jalan laut menuju benua Asia yang kaya akan rempah-rempah. Namun tidak disebutkan bahwa Bartolomeus Diaz adalah seorang Santo. Sejauh yang diketahui umat, nama itu berasal dari Romo Karto yang dulu pernah berkarya di paroki Bantul. Ada pula yang pernah menjumpai nama “Bartolomeus dari Diaz” di buku Padupan Kencana. Karena tidak ada sumber yang pasti, akhirnya ada seorang umat yang menghubungi Rm Karto via SMS. Beliau menjawab bahwa yang dimaksud adalah Santo Bartolomeus dari kedua belas rasul Yesus (mengacu pada PPDB tahun 1991). Dengan demikian akhirnya disepakati bahwa nama lingkungan Bartolomeus Diaz diganti menjadi lingkungan Bartolomeus. Keputusan ini juga sudah saya sampaikan kepada Rm Minarto dan Rm Hartono sebagai pastor paroki Bantul.

B. Data Masa Kini

o Data umat. Dari data yang dihimpun mudika, tampak bahwa ada kenaikan jumlah umat lingkungan Brosot. Data menunjukkan bahwa umat lingkungan Brosot, mayoritas adalah ibu-ibu. Dari cerita-cerita, dana dan kegiatan untuk ibu-ibu lingkungan Brosot sudah memuaskan. Ada arisan untuk sarana perjumpaan ibu-ibu. Anggaran lingkungan banyak tercurah untuk konsumsi yang juga dikelola oleh ibu-ibu.

o Mudika. Selain ibu-ibu, umat lingkungan juga didominasi oleh mudika. Namun, sayangnya mudika dirasa kurang aktif. Sebagai contoh, dari total 22 orang mudika, yang datang pertemuan refleksi malam ini hanya 1 orang. Sebenarnya sudah ada beberapa acara rutin bagi kaum muda seperti latihan koor, memimpin doa bersama, pernah juga ada olah raga bersama. Namun, ada keluhan bahwa mudika yang datang hanya itu-itu saja. Ada banyak alasan yang diungkapkan seperti zaman yang sudah berubah, adanya mudika yang merantau, atau ada pula mudika yang merasa kurang disapa (dicuekin), dan sebagainya. Refleksi tentang mudika ini menjadi amat menarik karena bapak dan ibu menceritakan pengalaman pribadi ketika mendampingi putra-putri masing-masing yang masih mudika. Akhirnya disadari bersama bahwa untuk menghidupkan mudika, orang tua perlu mengingatkan (ngopyak-opyak) putra-putri masing-masing. Namun, itu saja belum cukup. Dari mudika sendiri perlu semangat untuk terlibat (jangan mbeler). Pak Hardono menekankan perlunya rasa cinta kepada Gereja dari kaum muda.

o Kekhasan umat. Pertama, sebagian besar umat memang asli berasal dari Brosot, meski ada beberapa umat yang datang dari daerah lain. Kedua, ada sejumlah umat yang dibaptis dewasa. Artinya, mereka berasal dari keluarga yang bukan Katolik. Di satu sisi, hal ini menunjukkan betapa umat Brosot mempunyai iman kristiani yang gigih (ada motivasi internal). Namun, di lain sisi, hal ini menimbulkan beberapa persoalan berkaitan dengan hubungan antar agama. Bukan dalam arti sosial masyarakat, namun dalam arti hubungan internal keluarga (relasi, komunikasi iman, perkawinan beda agama). Ketiga, dalam hal jumlah, umat lingkungan Brosot lebih banyak dari lingkungan lain di Wilayah St Theresia Brosot. Dalam hal letak, umat lingkungan Brosot juga dekat dengan kapel Wilayah. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa dinamika umat lingkungan St Bartolomeus Brosot sangat mempengaruhi dinamika umat Wilayah St Theresia Brosot pada umumnya.

C. Rencana Masa Nanti

o Nama pelindung. Umat sepakat untuk mengganti nama pelindung St Bartolomeus Diaz menjadi St Bartolomeus dengan alasan yang telah tersbut di atas. Maka perlu adanya catatan tertulis yang diserahkan ke paroki sebagai arsip.

o Kaum muda. Akan ada pembinaan khusus untuk mudika. Pak Adi dan Bu Wiwik dipilih sebagai pendamping mudika lingkungan St Bartolomeus yang akan membimbing dan menemani kaum muda untuk semakin terlibat dalam kegiatan-kegiatan di gereja. Selain itu, kaum muda juga akan semakin dilibatkan dalam kepengurusan lingkungan St. Bartolomeus Brosot. Harapannya, kaum muda semakin mempunyai rasa cinta kepada Gereja.

o Penghormatan leluhur. Dirasakan perlunya untuk berdoa kepada para leluhur yang mengembangkan jemaat di lingkungan St Bartolomeus Brosot. Ketiga leluhur, Bonifasius Kaswan, Theresia Sumartin, Katarina Sarjiah dapat menjadi pengantara doa kepada Bapa. Maka dalam doa-doa lingkungan atau perayaan Ekaristi di kapel St Theresia perlu diingat untuk berdoa kepada para leluhur. Semoga semangat hidup beriman para leluhur tetap dimiliki umat lingkungan St Bartolomeus di masa kini.

Demikian butir-butir refleksi yang bisa saya sampaikan. Semoga butir-butir refleksi ini dapat bermanfaat untuk menumbuhkembangkan kehidupan menggereja, teristimewa bagi umat lingkungan St Bartolomeus Brosot. Matur nuwun. Berkah Dalem.

Kentungan, 23 Oktober 2009

Hormat saya,

Fr. Ambrosius Heri Krismawanto

Tidak ada komentar:

Posting Komentar